Kasus penyakit jantung koroner akut terus meningkat dan sering berakhir dengan kematian. Salah satu penyebab adalah ketidaktahuan masyarakat tentang pencegahan dan gejala penyakit sehingga tidak cepat tertangani pada stadium dini.
Hal ini dikemukakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Utojo Lubiantoro dari Jakarta Heart & Vascular Center RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, dalam seminar Current Clinical Practice Guidelines 2012 di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta. Seminar dua hari yang berakhir Minggu (23/9) diadakan Komunitas Medik Katolik Indonesia Wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
Di Amerika Serikat, sindroma koroner akut jumlahnya tertinggi dibandingkan penyakit lain, yaitu 931.108 kasus. Disusul kasus kanker, 553.768 orang.
Penyakit jantung koroner disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat penimbunan plak yang berlangsung dalam jangka waktu panjang. Hal ini terkait pola hidup pasien yang tidak sehat, antara lain banyak mengonsumsi makanan berkolesterol tinggi dan kurang serat, serta kurang berolahraga.
”Penyakit jantung koroner berlangsung perlahan, hingga tidak disadari. Mereka umumnya terlambat berobat,” kata Utojo.
Gejala penyakit juga sering ditafsirkan salah. Gejalanya berupa dada terasa tertekan, penuh, atau nyeri, hingga sesak napas disertai keringat dingin, rasa mual, atau pusing. Nyeri tidak hanya di dada tapi juga di bagian tubuh lain.
Pasien yang mengalami gangguan jantung, kata Utojo, mengalami nyeri di belakang tulang dada, ada juga yang nyeri di belakang tulang dada menjalar ke leher, bahu, hingga ke rahang. Rasa nyeri juga dapat menyerang punggung di antara kedua belikat. Selain itu, nyeri di dada bagian bawah atau ulu hati sering ditafsirkan sakit mag, padahal bisa merupakan tanda gangguan jantung.
Karena menganggap sakit mag atau ”masuk angin”, pasien mendapat pengobatan salah. Karena itu diagnosis yang tepat perlu ditegakkan sedini mungkin.
Prinsip perawatan antara lain tindakan untuk mencegah trombosis, meningkatkan pasokan oksigen, dan memulihkan aliran darah. Trombosis adalah proses koagulasi dalam pembuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah.
Upaya menekan kasus itu, kata Lukas Yusuf, Ketua Komunitas Medik Katolik Indonesia Wilayah Keuskupan Agung Jakarta, dapat ditempuh dengan memberikan panduan medis pada dokter umum. Mereka dapat menjadi jembatan untuk penanganan lanjutan penyakit tersebut.
Pihaknya mengeluarkan buku panduan yang mencakup 21 tema penyakit utama yang ditemukan di Indonesia. Penyakit itu dikelompokkan dalam penyakit gangguan metabolik, dislipidemia, muskuloskeletal, serta penyakit saluran napas dan alergi.
Hal ini dikemukakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Utojo Lubiantoro dari Jakarta Heart & Vascular Center RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, dalam seminar Current Clinical Practice Guidelines 2012 di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta. Seminar dua hari yang berakhir Minggu (23/9) diadakan Komunitas Medik Katolik Indonesia Wilayah Keuskupan Agung Jakarta.
Di Amerika Serikat, sindroma koroner akut jumlahnya tertinggi dibandingkan penyakit lain, yaitu 931.108 kasus. Disusul kasus kanker, 553.768 orang.
Penyakit jantung koroner disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat penimbunan plak yang berlangsung dalam jangka waktu panjang. Hal ini terkait pola hidup pasien yang tidak sehat, antara lain banyak mengonsumsi makanan berkolesterol tinggi dan kurang serat, serta kurang berolahraga.
”Penyakit jantung koroner berlangsung perlahan, hingga tidak disadari. Mereka umumnya terlambat berobat,” kata Utojo.
Gejala penyakit juga sering ditafsirkan salah. Gejalanya berupa dada terasa tertekan, penuh, atau nyeri, hingga sesak napas disertai keringat dingin, rasa mual, atau pusing. Nyeri tidak hanya di dada tapi juga di bagian tubuh lain.
Pasien yang mengalami gangguan jantung, kata Utojo, mengalami nyeri di belakang tulang dada, ada juga yang nyeri di belakang tulang dada menjalar ke leher, bahu, hingga ke rahang. Rasa nyeri juga dapat menyerang punggung di antara kedua belikat. Selain itu, nyeri di dada bagian bawah atau ulu hati sering ditafsirkan sakit mag, padahal bisa merupakan tanda gangguan jantung.
Karena menganggap sakit mag atau ”masuk angin”, pasien mendapat pengobatan salah. Karena itu diagnosis yang tepat perlu ditegakkan sedini mungkin.
Prinsip perawatan antara lain tindakan untuk mencegah trombosis, meningkatkan pasokan oksigen, dan memulihkan aliran darah. Trombosis adalah proses koagulasi dalam pembuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah.
Upaya menekan kasus itu, kata Lukas Yusuf, Ketua Komunitas Medik Katolik Indonesia Wilayah Keuskupan Agung Jakarta, dapat ditempuh dengan memberikan panduan medis pada dokter umum. Mereka dapat menjadi jembatan untuk penanganan lanjutan penyakit tersebut.
Pihaknya mengeluarkan buku panduan yang mencakup 21 tema penyakit utama yang ditemukan di Indonesia. Penyakit itu dikelompokkan dalam penyakit gangguan metabolik, dislipidemia, muskuloskeletal, serta penyakit saluran napas dan alergi.
sumber : kompas.com